FEATURE SENYUM
MANIS DARI SANG PUTRI
Senyum merekah di ujung senja Joja. Mata
berbinar dibalik nestapa. Hajat besar telah datang. Hajat besar telah datang.
Sorak-soray tampa kata. Sebentuk cinta mereka persembahkan untuk sang Raja sisa
kebudayaan. Berduyun-duyun mereka haturkan hasil ladang gambaran kebahagian
mempelai. Padi, pisang, kelapa, dan lainnya berjajar menghias Keraton Ngayogyakartahadiningrat.
Pernikahan Gusti Raden Ajeng Nurastuti
Wijareni (Putri bungsu Sri Sultan Hamengkubuwono X) dengan Akhmad Ubaidillah,
Selasa 18 Oktober 2011 bukan hanya menjadi kebahagian kedua mempelai beserta
keluarga besar namun juga kebahagiaan masyarakat Jogjakarta. Mereka ( Warga
Jogja) serahkan apa yang mereka bisa serahkan walau hanya selaksa doa yang
membumbung ke langit ke-7.
Ijab Qobul yang dilaksanakan di Masjid
Panepen Kraton merupakan kado istimewa bagi warga Jogja yang tahun lalu
menangis karena meletusnya Merapi. Kirab pengantin yang dilaksanakan setelah
ijab qobul, disambut meriah oleh masyarakar. Arak-arakan panjang menjuntai
dibelakang kereta kencana. Jalanan penuh sesak oleh lautan manusia. Itu mereka
lakukan hanya untuk sang putri. Tanda cinta dan peduli. Terlepas dari problema
apa yang sedang mereka alami.
Seribu agkringan berjajar di pelataran
Malioboro menyuguhkan sega kucing khas Jogja, raja suguhkan untuk masyarakat
untuk menikmati bersama kebahagiaan yang Beliau rasakan.
Keakraban yang dirindukan. Tumpah ruah
menjadi satu. Kaya-miskin, turis-pribumi, senang sedih, tua muda, mereka erat
oleh kebahagian dan tunduk oleh kebersamaan. Sungguh pemandangan yang langka.